MAKALAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
LANGKAH – LANGKAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA
KASUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
TUGAS
RAFIKA TAMBUNAN
( 11011192 )
KELAS :
BDP IV E
PROGRAM
STUDI BUDIDAYA PERKEBUNAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
AGROBISNIS PERKEBUNAN
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kasih-Nya Penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima
kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Albert Einstein
Pakpahan, STP.,MM selaku dosen mata kuliah Pengambilan Keputusan di STIP-AP
Medan yang telah membimbing Penulis dalam menyusun makalah ini.
Makalah
ini membahas tentang langkah – langkah pengambilan keputusan dengan cara
menentukan prioritas masalah, mencari sebab masalah, meneliti sebab, menyusun
langkah perbaikan, melaksanakan langkah perbaikan, mengadakan evaluasi dan
mencegah terulangnya masalah yang terjadi di perkebunan kelapa sawit. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2015
Rafika Tambunan
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar belakang........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi
masalah................................................................................... 3
1.3
Tujuan penulisan........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 4
2.1 Contoh Kasus ............................................................................................ 4
2.2 Langakah – langkah Pengambilan
Keputusan........................................... 8
BAB III
PENUTUP ............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 13
3.2 Saran......................................................................................................... 13
Daftar
Pustaka......................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Produksi
minyak sawit telah
meningkat lebih dari 2 kali lipat
dalam satu dekade terakhir dan
kini tengah mendominasi pasar minyak sayur internasional. Dengan perkiraan permintaan minyak sawit yang akan mencapai 3 kali lipat
pada tahun 2050, tren ekspansi
kelapa sawit akan
terus berlanjut. Indonesia dan Malaysia sendiri memproduksi lebih dari 85% minyak sawit global, dengan total lahan perkebunan gabungan mereka mencapai 14 juta hektar.
terus berlanjut. Indonesia dan Malaysia sendiri memproduksi lebih dari 85% minyak sawit global, dengan total lahan perkebunan gabungan mereka mencapai 14 juta hektar.
Rasio lahan
yang optimal terhadap produksi mendukung
budidaya kelapa sawit
dalam bentuk monokultur skala besar di
atas lahan yang
luas, seringkali di atas lahan gambut yang kaya oksigen dan hutan rawa. Konversi hutan primer menjadi perkebunan
kelapa sawit bertanggung jawab atas lebih dari 10%
deforesasi di Indonesia dan Malaysia antara tahun 1990 sampai 2010.
Sekitar
600.000 - 1.000.000 hektar kawasan hutan dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit setiap tahunnya di
Indonesia, dengan luas 8 juta hektar saat ini akan ditingkatkan
menjadi 13 juta
hektar pada tahun 2020. Tanaman ini
juga tengah meluas ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara (seperti Papua
Nugini, Filipina, Thailand,
dan Kamboja) dan dengan cepat
berkembang menjadi
fenomena global dengan
perkebunan skala besar dibangun dari
benua Afrika 8
sampai Amerika Latin,
terutama di Kolombia, Honduras, dan Ekuador.
Dampak
lingkungan dan sosial
dari ekspansi
ini tak henti-hentinya menuai banyak protes
dari masyarakat luas
dan liputan pers
yang tinggi. Akibat-akibat yang
berhasil didokumentasikan meliputi deforesasi yang
semakin merajalela dan konversi daerah-daerah
hutan yang luas (kadang
dibuka dengan cara
dibakar), hilangnya keanekaragaman
hayati (terutama
spesies terancam seperti orang- utan),
polusi air dari
sisa proses beracun
dari pabrik, erosi
tanah dan
penipisan nutrisi, dan
peningkatan emisi karbon sebagai akibat dari deforesasi dan emisi yang melekat pada pengembangan dan
pemprosesan kelapa sawit.
Akibat
ini paling dirasakan
oleh masyarakat adat dan
komunitas lokal yang telah menetap
secara turun-temurun dan secara aktif
menggunakan hutan untuk kebutuhan
sehari-hari dan mencari nafkah, sesuai dengan
pengetahuan dan tradisi adat. Seringkali, pemilik hak sesungguhnya ini tidak
diajak bicara atau tidak diberikan (cukup)
informasi terkait proyek konversi
lahan mereka menjadi lahan perkebunan
oleh pemerintah atau investor. Ketika janji
kerja atau keuntungan ekonomi
diberikan kepada komunitas
lokal, hal ini seringkali
tidak diprioritaskan atau
direalisasikan. Selain itu,
perlakuan terhadap lahan masyarakat adat yang dianggap kosong,
‘lahan tidur’, atau terdegradasi sering kali menyesatkan: pada kenyataannya,
sebagian besar area yang ditargetkan
untuk pengembangan kelapa
sawit adalah lahan pertanian dan lahan masyarakat adat,
yang memiliki hak- hak adat
dan amat penting
bagi mata pencaharian komunitas
lokal dan identitas sosial-budaya mereka.
Juga banyak masyarakat desa dari seluruh dunia kurang terjamin hak atas lahannya, untuk mewakili diri
mereka sendiri dan menguasai sumber
daya yang menjadi tempat mereka menggantungkan hidup. Kurangnya pengakuan atas hak komunitas- komunitas ini di bawah kerangka hukum
nasional hanya lebih melemahkan kapasitas mereka untuk bereaksi melawan pengambilalihan lahan mereka.
Pembebasan lahan yang dibiarkan terjadi secara resmi
diam-diam juga dapat mengambil keuntungan dari
hukum resmi dan kebijakan
yang lebih berpihak pada bisnis di
atas kepentingan dan
hak-hak lokal.
Penggusuran, marginalisasi, pemiskinan, dan
ketidakamanan pangan dari
komunitas lokal yang
diakibatkan perampasan
lahan telah meningkatkan protes dan sengketa (yang sering kali
melibatkan kekerasan) di
sejumlah perkebunan.
Berdasarkan
segelumit pro dan kontra yang telah dipaparkan diatas penulis bermaksud untuk
membahas kasus yang terjadi di perkebunan kelapa sawit serta pengambilan
keputusan yang tepat untuk menyelesaikan permasalah yang ada.
1.2
Rumusan masalah
Adapun permasalahan dalam makalah ini
adalah tentang bagaimana penerapan
langkah – langkah pengambilan keputusan dalam kasus di perkebunan kelapa
sawit?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
ini adalah untuk memberi gambaran tentang pengambilan keputusan yang tepat
dengan menggunakan langkah – langkah pengambilan keputusan dalam kasus di
perkebunan kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Contoh Kasus
PT Agrowiratama
adalah anak perusahaan Musim Mas
group dan anggota
RSPO. PT Agrowiratama juga
merupakan perusahaan pertama di
Indonesia yang menempuh Prosedur Penanaman
Baru RSPO (RSPO NPP). Sesuai
dengan persyaratan NPP, perusahaan memasukkan informasi mengenai rencana
perluasan kebun perusahaan
di Sambas awal
tahun 2011. Perusahaan kemudian
mengeluarkan sekitar 1.000 ha dari lahan
konsesi mereka untuk masyarakat yang tinggal di
daerah tersebut, satu
upaya yang
diberitakan dalam website NGO sebagai contoh dari keberhasilan prosedur RSPO dan kepedulian perusahaan untuk mendengar.
diberitakan dalam website NGO sebagai contoh dari keberhasilan prosedur RSPO dan kepedulian perusahaan untuk mendengar.
Kasus
ini kemudian dipilih sebagai satu studi karena tampak sebagai dampak positif dari prosedur
RSPO yang mungkin ada pelajaran bermanfaat
yang dapat ditarik
darinya. Meskipun
begitu, investigasi ini menunjukan bahwa kedua
cerita dan pembelajaran yang harus
dipelajari dari kasus ini jauh lebih rumit, tapi tetap berharga. PT Agrowiratama berada
di provinsi Kalimantan Barat,
satu dari empat
provinsi Indonesia
yang masuk dalam pulau Kalimantan. PT Agrowiratama berlokasi di Kabupaten Sambas,
salah satu dari 12 kabupaten
di Kalimantan Barat berlokasi di sebelah
utara provinsi tersebut.
Tahun 2008, sektor kehutanan menyumbangkan sekitar
setengah dari PAD Kalimantan
Barat dengan sekitar USD$ 1,35 juta dari
sektor pertanian, dengan pertumbuhan investasi kuat dalam perkebunan khususnya kelapa
sawit. Sektor lain
yang tumbuh pesat
adalah pertambangan (emas,kuarsa,
nikel dan mineral lainnya), manufaktur serta pariwisata
yangmenyumbang sekitar 40% pendapatan pemerintah provinsi. Kemiskinan
masih menjadi masalah penting dengan
indeks pembangunan manusia (HDI) di bawah
rata-rata nasional dan pendapatan rata-rata di seluruh
provinsi hanya USD$ 627 per tahun.
Walaupun tidak tercatat dengan baik, Sambas memiliki
sejarah yang panjang.
Dikenal sebagai wilayah Kesultanan Melayu sampai sekitar abad
15, keluarga kerajaan mengaku ada hubungan dengan Johor dan
Melaka serta
kawin-campur dengan keluarga kerajaan di Brunei, Sarawak dan Pontianak. Pengaruh otoritas Belanda atas Sambas dimulai sejak pertengahan abad 19 tetapi membentuk sistem aturan secara tidak langsung dengan
membiarkan keluarga Sultan untuk mempertahankan kekuasaan dan kewenangan
atas wilayah kesultanan Sebelumnya, masyarakat sepanjang sungai Sambas Kecil tidak mengalami kekurangan lahan.
kawin-campur dengan keluarga kerajaan di Brunei, Sarawak dan Pontianak. Pengaruh otoritas Belanda atas Sambas dimulai sejak pertengahan abad 19 tetapi membentuk sistem aturan secara tidak langsung dengan
membiarkan keluarga Sultan untuk mempertahankan kekuasaan dan kewenangan
atas wilayah kesultanan Sebelumnya, masyarakat sepanjang sungai Sambas Kecil tidak mengalami kekurangan lahan.
Keterbatasan
utama produksi usaha pertanian mereka adalah
tenaga kerja. Penduduk kabupaten
Sambas. Kebun sawit
yang diamati, yaitu PT
Agrowiratama 1, tumpang tinding dengan
tanah-tanah dari empat
desa administrasi, yakni
Mekar Jaya, Beringin, Sabung dan Lubuk
Dagang. Dua desa terdahulu dihuni penduduk Melayu sementara dua desa
terakhir umumnya adalah
Dayak. Kabupaten Sambas baru dimasuki oleh sektor sawit. Kebanyakan dari usaha perkebunan tersebut masih dalam
tahap awal
perizinan Penanaman dan produksi terbatas. Hanya 52.000 ha sudah ditanami dan hanya ada
satu pabrik yang mengolah tandan buah
segar (TBS) menjadi minyak
mentah sawit dan minyak inti di
wilayah kabupaten Sambas. Pabrik
kedua dengan kebun seluas 6.000 ha akan mulai beroperasi sekitar akhir tahun ini (2012). Sebab
itu, Kabupaten Sambas kekurangan
daya tampung pabrik untuk mengolah seluruh buah sawit yang ada yang menyebabkan hilangnya
keuntungan.
Dua masyarakat di daerah ini telah menolak kelapa
sawit selama beberapa tahun, bahkan sebelum Musim
Mas mulai menanamkan modal di
daerah tersebut. Masyarakat
dari Tengguli
sangat terkenal karena penolakannya tapi tidak
banyak lahan garapan
warga Tengguli masuk
dalam konsesi PT Agrowiratama. Sementara
itu, tanah-tanah desa Mekar Jaya berada di tengah-tengah izin lokasi yang
diberikan kepada PT Agrowiratama.
Mekar Jaya juga telah menolak upaya-upaya
bujukan oleh banyak perusahaan kelapa
sawit untuk mengembangkan sawit di daerah mereka termasuk PT
Borneo Palma Prima.
PT Agrowiratama mendapatkan izin lokasinya akhir
tahun 2009 dan pada April 2010, mereka mengundang para kepala
desa dari Mekar Jaya, Beringin
dan Sabung serta
tokoh elit
lainnya untuk mengunjung kegiatan
usaha PT Agrowiratama di Pasaman, Sumatra Barat. Ini
merupakan tahap pertama program sosialisasi perusahaan.
Hampir bersamaan
setalah kunjungan tersebut, masyarakat desa Mekar
Jaya menggalang pemungutan
suara warga desa
menemukan mayoritas masyarakat menolak pembangunan perkebunan kelapa sawit, dan tanggal 20 Mei 2010
melakukan aksi di
luar kantor bupati untuk menyampaikan penolakan secara terbuka atas lahan mereka yang
masuk dalam lokasi perusahaan tanpa persetujuan mereka.
Desa Mekar Jaya menghadapi tantangan yang sangat berbeda
dalam mengamankan tanah mereka sebelah
barat sungai Sekuan.
Awal tahun 2010, tidak lama
setelah PT Agrowiratama
memperoleh izin lokasi, keluarga
Panji Anom (sering disebuth sebagai ahli waris),
keluarga elit Melayu
dengan nenek
moyang masih kerabat
dekat Sultan Sambas memberitahukan perusahaan
bahwa mereka adalah pemilik tanah-tanah tersebut.
Karena tekanan dari masyarakat akhirnya pada November
2011 keluarga Panji mengakui hak warga Desa atas tanah – tanah tersebut, namun
keputusan itu tak didukung oleh Perusahaan meskipun sejak Mei Perusahaan telah
membayar ganti rugi secara bertahap kepada keluarga Panji. Ditengah perselisihan dan sengketa lahan yang
belum selesai Perusahaan melakukan penggusuran lahan pada tanah yang masih
tumpang tindih yang belum pasti kepemilikannya.
2.2 Langkah – Langkah Pengambilan Keputusan
1.
Menentukan Prioritas Masalah
Masalah yang dihadapi dalam kasus tersebut
diantaranya adalah isue kerusakan lingkungan dan pemanasan global akibat
perkebunan kelapa sawit, hilangnya spesies hayati, konflik lahan akibat
pembangunan perkebunan pada lahan yang masih disengketakan, serta pola
kemitraan yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Untuk menyelesaikan persoalan
maka diperlukan analisis terhadap prioritas masalah yang maksudnya difokuskan
pada satu masalah yang paling penting.
Prioritas maalah tersebut disajikan dalam bagan berikut.
Dari diagaram diatas diperoleh hasil bahwa masalah yang
paling besar persentasenya adalah konflik lahan sebesar 45 %. Konflik lahan sering terjadi pada kondisi
pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
Konflik ini masih terus berlanjut dan sering menimbulkan korban jiwa
maupun terhambatya aktivitas bisnis yang telah direncanakan
|
2.
Diagram Sebab Akibat ( Tulang Ikan )
Suku Komunikasi Pihak
Ke-3
Serakah
Kesuburan
|
Lahan Tidur Hutan Tradisional
|
Adat
Istiadat
3. Sebab yang
Paling Berpengaruh
Dari
diagram tulang ikan diatas yang menjadi penyebab utama terjadinya konflik lahan
adalah faktor manusia. Sebenarnya ketiga
faktor tersebut saling mempengaruhi terjadinya konflik lahan tersebut. Faktor manusia memegang peranan terpenting
memicu terjadinya konflik lahan karena sesungguhhnya manusia adalah pemeran
utama dalam kasus – kasus yang mungkin terjadi.
Suku
pedalaman sebut saja suku Dayak dan Melayu dalam kasus ini masih memegang teguh
adat leluhur mereka yang bekerja sebagai petani serta menjaga tanah leluhur
mereka yang diwariskan kepadanya. Selain
itu keseimbangan ekosistem tetap mereka jaga demi keternangan hidup
mereka. elain itu jalinan komunikasi
yang dijalin oleh Perusahaan dengan masyarakat sekitar kurang baik, sehingga
sulit ditemukan kesepakantan.
4. Menyusun Langkah – langkah Perbaikan
Untuk
bisa menyusun langkah – langkah perbaikan dalam sebuah kasus dibutuhkan
analisis mendalam terhadap kasusnya.
Dalam kasus tersebut disusun dengan konsep 5w + 1H yaitu:
·
Apa sebenarnya
yang diinginkan oleh Masyarakat Desa Beringin dan Desa Mekar Jaya?
·
Dimana sebaiknya
sosialisasi diadakan?
·
Kapan waktu yang
tepat untuk melakukan sosialisasi?
·
Siapa yang
bertanggung jawab dalam kebijakan yang akan disusun?
·
Mengapa sering
terjadi sengketa lahan?
·
Bagaimana
mengelola perkebunan kelapa sawit dan menjalin hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitar kebun?
Berdasarkan konsep 5W +
1H tersebut, perusahaan berusaha menjawabnya melalui Berbagai Penelitian. Hasil survei di lapangan menunjukan bahwa
sebenarnya ada metode yang kurang tepat yang dilakukan oleh Perusahaan. Sosialisasi yang dilakukan di Sumatera Barat
pada tanggal 20 Mei 2010 dianggap hanya sepihak dan tidak demokratis. Masih banyak masyarakat yang kurang mendapat
informasi yang relevan tentang keberadaan PT Agowiratama di Dusun mereka. Study banding tersebut dianggap hanyalah cara
Perusahaan untuk merebut lahan mereka.
Untuk itu perusahaan
merancang sebuah keputusan untuk melakukan sosialisasi dengan cara yang benar
dan mengundang semua masyarakat yang terlibat.
Perusahaan akan menjelaskan bahwa keberadaan mereka akan menggerakkan
perekonomian daerah tersebut dengan menggunakan tenaga kerja sekitar
kebun. Selain itu akan dijelaskan bahwa
perusahaan tetap menjaga keseimbangan hayati karena mereka merupakan anggota
RSPO. Dalam sosialisasi juga akan
diberikan sesi diskusi mengenai keluhan yang dialami masyarakat guna
tercapainya sebuah kesepakatan bersama.
5. Melaksanakan Langkah – Langkah Perbaikan
Akhirnya
dengan mempersiapkan dokumen – dokumen yang relevan, diskusi berhasil diadakan
di Desa Mekar Jaya dan berjalan ke arah yang positif. Hasil diskusi tersebut memberi jawaban bahwa
ternyata selama ini terjadi miss komunikasi antara masyarakat dengan
perusahaan. Masyarakat juga menegaskan
bahwa pihak Panji Anom bukanlah hak waris atas lahan tersebut. Karena sesungguhnya selama ini masyarakatlah
yang membayar pajak tanah bukan pihak Panji.
Perusahaan
juga segera membuat batas – batas wilayah desa Beringin dengan Desa Mekar Jaya
serta batas-nya dengan Perusahaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam surat
ijin usaha. Perusahaan juga berjanji
akan bertanggung jawab terhadap kelestarian alam serta akan lebih transparan
kepada masyarakat.
6. Periksa Hasil Perbaikan
Setelah
membuat batas wilayah yang jelas dan persetujuan semua pihak yang terlibat
akhirnnya kehidupan masyarakat berjalan dengan baik dan tidak ada sengketa
lagi. Perusahaan dapat melaksanakan
kegiatan produksinya dengan baik dan menggunakan tenaga kerja lokal sesuai dengan janji mereka.
7.
Mencegah Terulangnya Masalah
Untuk
mencegah terjadinya pengulangan masalah, perusahaan melakukan tindakan ganti
rugi secara bertahap berupa kompensasi kepada warga yang lahannya tumpah tindih
dengan lahan perusahaan sesuai dengan prosedur dan SOP yang ditetapkan
Perusahaan.
Perusahaan
juga akan musyawarah dan mengajukan batas kepemilikan lahan kepada instansi
terkait seperti kecamatan dan kabupaten untuk segera didaftarkan kepada Badan
Pertahanan Nasional. Perusahaan dan NGO
juga akan transparan dalam memberikan informasi mengenai dampak positif dan
negatif perkebunan kelapa sawit tersebut kepada masyarakat agar tidak terjadi
konflik di masa yang akan mendatang.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
kasus tersebut diperoleh kesimpulan bahwa langkah – langkah pengambilan
keputusan yaitu :
Ø Menentukan prioritas masalah
Ø Mencari sebab akibat (diagram tulang ikan)
Ø Meneliti sebab – sebab yang berpengaruh/ sebab utama
Ø Menyusun langkah – langkah perbaikan
Ø Melaksanakan langkah – langkah perbaikan
Ø Memeriksa hasil perbaikan
Ø Mencegah terulangnya masalah
Ø Menggarap masalah selanjutnya yang belum
diselesaikan
3.2 SARAN
Untuk
memulai bisnis di daerah baru sebaiknya Perusahaan melakukan pendekatan
terlebih dahulu dan memastikan bahwa keberadaan Perusahaan akan diterima. Transparansi juga sangat diperlukan untuk
mencegah konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Aksenta
2010 Laporan Identifikasi HCV (High Conservation Value): PT Agrowiratama. Jakarta.
Tan
TS 2007 Management For Sustainability in Musim Mas. Presentasi di RSPO
Indonesia Liaison Office (RILO), pertemuan masalah perkembangan Implementasi
Uji-coba P&C RSPO,
Jakarta, 26 Maret.
Komentar
Posting Komentar