Langsung ke konten utama

teknik pemupukan lahan gambut

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Walaupun biaya investasi untuk perkebunan Kelapa Sawit  di lahan Gambut lebih mahal, namun Kelapa Sawit terus ditanam di lahan Gambut di Indonesia. Disamping itu pengembangan kebun Kelapa Sawit di lahan Gambut juga telah menjadi issue lingkungan yang menarik perhatian masyarakat dunia dan juga menyebabkan berbagai dampak sosial. Sebagai penyebab utama terjadinya Deforestrasi dan degradasi, dianggap oleh kalangan environmentalis adalah karena luasnya pembangunan perkebunan di lahan Gambut.

Best Management Practice untuk perkebunan kelapa sawit di lahan Gambut diawali dengan pemilihan lokasi yang tepat dan pelaksanaan analisa mengenai dampak lingkungan dengan seksama. Selain daripada itu :

      Para pekebun harus telah memahami dengan baik pengetahuan tentang Jenis dan karakteristik Gambut yang sesuai atau tidak sesuai untuk ditanami dengan kelapa sawit.
      Para pekebun harus memahami tentang Pengelolaan Tata Air yang efektif dan Pengelolaan Pemupukan di lahan Gambut serta Integrated Pest Management.

Masih sangat besar peluang dan tantangan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di lahan Gambut, dan sepanjang semua itu dilaksanakan melalui proses pengkajian dan ke hati hatian serta proses pelatihan tentang gambut maka seyogyanya pembangunan tersebut tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial secara luas.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembentukan gambut

Berdasarkan proses pembentukannya, terdapat dua jenis  gambut diwilayah tropis, yakni Obrogen dan Topogen.Pembentukan tanah gambut merupakan proses Geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum mati, sedangkan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses Pedogenik.

Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Gambar 1 dan 2).

Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung (Gambar 3). Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.


Gambar berikut adalah ilustrasi dari Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah: 1.Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah, 2. Pembentukan gambut topogen, dan 3. pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen (Noor, 2001 mengutip van de Meene, 1982).

Gambar 1. Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKWIri-NwrxyUf1jWXsxn2F12OdzRKb7jnvfRMT38jea4AGslX7o5P_BKAHf__e6V-7l2Kt9o7pSJbcGtokbs8c4RnznuTwaYiSprtu6ybNEWa52l5vp5Sc_pJ4a2XGWfI6l6TgB-rl3Q/s640/Pembentukan+Gambut+1.jpg

Gambar 2. Pembentukan gambut topogen

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEht4QujE8k0dHq9h2AYqcSm8aeadoUW_lMYg-_zBSQ5UveOyYQvR-lJLZPDje3fPRke-wekPk9DKDYlrkHlNGrr-K4K4AxVHa5YYWnh6t7nHjdwiePBGM4bSsrbbqdFC4bwEDncFUmH0Ac/s640/Pembentukan+Gambut+2.jpg






Gambar 3. Pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjypwdpMhlFQeM2uwERaGPE53r3KxAtKq0vTfAifuu7u6BJRSW9F7GOJT9-YMyCOPfQ5ITtWwcPvJuSip5rFZh9fn5V9pLjNdUFXidVmuNsSSF-lUs7TSHsI3O4Og8O2MwZTqMzAZfSvI/s640/Pembentukan+Gambut+3.jpg



2.2 Klasifikasi gambut

Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).

Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari Tingkat Kematangan, Kedalaman, Kesuburan dan Posisi Pembentukannya.






2.3Tingkat Kesuburan Gambut

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:
   Eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.
   Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang
   Oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik

Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk, 1997). Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit dan umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai.
Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan.

2.4Potensi lahan gambut untuk Kelapa Sawit

Lahan gambut dengan ketebalan antara 1,4-2 m tergolong sesuai marjinal (kelas kesesuaian S3) untuk beberapa tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit, sedangkan gambut yang tipis termasuk agak sesuai (kelas kesesuaian S2). Gambut dengan ketebalan 2-3 m tidak sesuai untuk tanaman tahunan kecuali jika ada sisipan/pengkayaan lapisan tanah atau lumpur mineral (Djainudin et al., 2003).

Gambut dengan ketebalan >3m diperuntukkan sebagai kawasan konservasi sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32/1990. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan lahan gambut dalam yang rapuh (fragile) apabila dikonversi menjadi lahan pertanian.

Pengelolaan air

Reklamasi gambut untuk Kelapa Sawit memerlukan jaringan drainase makro yang dapat mengendalikan tata air dalam satu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan tata air di tingkat lahan. Sistem drainase yang tepat dan benar sangat diperlukan pada lahan gambut, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan gambut.
Salah satu komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu air di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka air tanah supaya tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam.
Tanaman Kelapa Sawit memerlukan saluran drainase dengan kedalaman 50-80 cm. Semakin dalam saluran drainase semakin cepat terjadi penurunan permukaan (subsiden) dan dekomposisi gambut sehingga ketebalan gambut akan cepat berkurang dan daya sangganya terhadap air menjadi menurun.

Pengelolaan kesuburan tanah

Unsur hara utama yang perlu ditambahkan untuk Kelapa Sawit di lahan gambut terutama adalah unsur P dan K. Tanpa unsur tersebut pertumbuhan tanaman sangat merana dan hasil tanaman yang diperoleh sangat rendah.
Sedangkan unsur hara lainnya seperti N dibutuhkan dalam jumlah yang relatif rendah karena bisa tersedia dari proses dekomposisi gambut.

Subsiden
           
Penurunan permukaan lahan gambut (subsiden) terjadi segera sesudah lahan gambut didrainase. Pada umumnya subsiden yang berlebihan bersifat tidak dapat balik. Hanya melalui penjenuhan yang sempurna dan dalam waktu yang lama masalah subsiden dapat diatasi secara perlahan.

Kecepatan subsiden tergantung pada banyak faktor, antara lain tingkat kematangan gambut, tipe gambut, kecepatan dekomposisi, kepadatan dan ketebalan gambut, kedalaman drainase, iklim, serta penggunaan lahan (Stewart, 1991; Salmah et al., 1994, Wösten et al., 1997).    
Proses subsiden gambut dapat dibagi menjadi empat komponen:
1.    Konsolidasi yaitu pemadatan gambut karena pengaruh drainase. Dengan menurunnya muka air tanah, maka terjadi peningkatan tekanan dari lapisan gambut di atas permukaan air tanah terhadap gambut yang berada di bawah muka air tanah sehingga gambut terkonsolidasi (menjadi padat).
2.    Pengkerutan yaitu pengurangan volume gambut di atas muka air tanah karena proses drainase/pengeringan.
3.    Dekomposisi/oksidasi yaitu menyusutnya massa gambut akibat terjadinya dekomposisi gambut yang berada dalam keadaan aerobik.
4.    Kebakaran yang menyebabkan menurunnya volume gambut.

Kedalaman muka air tanah merupakan faktor utama penentu kecepatan subsiden karena sangat mempengaruhi keempat proses di atas. Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah penggunaan alat-alat berat. dan pemupukan.

Proses subsiden berlangsung sangat cepat; bisa mencapai 20-50 cm tahun-1 pada awal dibangunnya saluran drainase (Welch dan Nor, 1989), terutama disebabkan besarnya komponen konsolidasi dan pengkerutan. Dengan berjalannya waktu maka subsiden mengalami kestabilan. Pada kasus di Sarawak, seperti diperlihatkan pada Gambar 9, subsiden mencapai kestabilan pada tingkat 2±1,5 cm tahun-1 sesudah sekitar 28 tahun semenjak lahan didrainase. Kedalaman muka air tanah rata-rata mempunyai hubungan linear dengan tingkat subsiden.
Dengan tingkat subsiden, misalnya 4 cm/tahun, maka dalam 25 tahun (satu siklus tanaman tahunan) permukaan gambut akan turun sekitar 100 cm. Untuk tanah gambut sulfat masam potensial (dengan lapisan PIRIT dangkal) maka subsiden ini akan menyingkap lapisan pirit sehingga PIRIT teroksidasi membentuk H2SO4 dan menjadikan tanah sangat masam dan tidak bisa ditanami lagi.

Penurunan permukaan gambut juga menyebabkan menurunnya kemampuan gambut menahan air. Apabila kubah gambut sudah mengalami penciutan setebal satu meter, maka lahan gambut tersebut akan kehilangan kemampuannya dalam menyangga air sampai 90 cm atau ekivalen dengan 9.000 m3 ha-1. Dengan kata lain lahan disekitarnya akan menerima 9.000 m3  air lebih banyak bila terjadi hujan deras. Sebaliknya karena sedikitnya cadangan air yang tersimpan selama musim hujan, maka cadangan air yang dapat diterima oleh daerah sekelilingnya menjadi lebih sedikit dan daerah sekitarnya akan rentan kekeringan pada musim kemarau.

2.5Penyiapan Lahan Gambut untuk Kelapa Sawit

Karakteristik Fisik Gambut yang telah di uraikan dimuka, merupakan alasan utama dibangunnya sistim tata air pada tahap awal penyiapan lahan di lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit.
Sistim Tata Kelola Air termasuk drainase dan menjaga air permukaan untuk mencegah terjadinya kekeringan merupakan awal yang baik untuk keberhasilan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.

Sistim Tata Kelola Air ini harus dibuat dengan perencanaan yang seksama dengan melakukan survey pada saat musim kemarau dan survey ketika musim hujan. Pada saat musim hujan, sistim harus dapat menampung semua volume aliran air agar aerasi perakaran kelapa sawit tidak terganggu karena terendam. Sebaliknya pada musim kemarau, air harus dapat dijaga ketinggian permukaannya agar tanaman kelapa sawit tidak stress karena keringnya gambut. Dalam hal ini, diperlukan pintu air yang berperan mengatur level permukaan air antara 50 hingga 80 cm dari permukaan gambut.

Apabila memungkinkan, Parit Utama (Main Drain) di buat pada parit alam yang sudah ada sedangkan Parit koleksi (Collection Drain) dibuat  setiap 200 meter di sisi blok kebun yang lebih panjang yang levelnya lebih rendah, agar air dapat mengalir mengikuti kemiringan dan tidak perlu dibuat titi panen. Parit Cacing dibuat dengan interval 5 – 8 baris atau setiap 50 meter tergantung ukuran blok yang direncanakan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5MH2p4ad6lA0kaG0YQ2GzLVYWzOa9Nq0YF6zWupQE7G16pbiSO05MDeVuXTddMqEXpBX-G7OOtUx8ZE7OTzZ5TIFvbWKzVg1uSB9SjTRec_LYJfPsHxojZ9OmlLqEHWWlfwLoPyB5uY0/s400/Ukuran+Parit.png

Kedalaman awal dari parit yang dibuat berfungsi untuk menahan penurunan permukaan gambut secara fisik dan terjadinya pemadatan alami dari material gambut sebanyak-banyaknya 1 meter pada tahun pertama. Pemadatan biasanya terjadi seiring dengan penurunan gambut mengikuti parit yang dibuat dan setelah itu rata rata penurunan gambut harus di kontrol dengan cara memanipulasi permukaan air pada parit.
Pemadatan gambut yang sesuai akan memberikan dampak baik pada kapilaritas dan penyimpanan air sehingga memperbaiki kekuatan berdiri dari  tanaman sawit, meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman, mengurangi risiko mudah terbakar, serangan rayap dan semut  dan mendorong pertumbuhan dan produktifitas tandan buah segar.

Lahan dapat dipertimbangkan untuk siap ditanami setelah semua jaringan parit selesai dibuat dan jalur tanam sudah dibersihkan serta titik tanam sudah dipadatkan. Penanaman Cover Crop di lahan gambut adalah bukan untuk fiksasi nitrogen dan mencegah erosi , karena tidak ada manfaat dari fiksasi nitrogen pada pH yang rendah; dan pada lahan gambut tidak mungkin terjadi erosi karena umumnya datar. Justru penanaman crover crop menambah risiko terjadinya kebakaran pada musim kemarau apabila tidak dilakukan pengawasan yang ketat. Penanaman cover crop masih diperlukan hanya untuk menekan pertumbuhan gulma dan membantu pelapukan sisa tebangan serta menekan perkembang-biakan kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).


2.6 Pemupukan

Pemupukan tepat jenis, tepat dosis dan tepat waktu  adalah dasar dari keberhasilan untuk memperoleh produktifitas kelapa sawit yang ditanam di lahan gambut dalam. Aplikasi Reactive Rock Phosphate ( RRP) bersama abu janjang atau abu kayu bakar bila abu janjang tidak tersedia.  Semua di letakkan di sekeliling piringan untuk meningkatkan ketersediaan unsur N, Phospor (P), K, melalui peningkatan dekomposisi gambut serta mineralisasi.

Bila abu janjang dan abu kayu bakar tidak tersedia, maka dapat digunakan pupuk mineral sebagai berikut :

Nitrogen

Gambut mengandung N dalam jumlah besar. Seperti yang telah diuraikan dimuka, aplikasi kapur, atau material lain yang memiliki pH tinggi seperti abu janjang, abu kayu bakar, atau rock phosphate (RP) akan meningkatkan dekomposisi danmineralisasi N.  Aplikasi N sebanyak 0,6 kg  per pokok per tahun (lebih kurang 1,25 kg Urea per pokok) adalah tepat pada tahun pertama di tanam di lapangan.

Phospor

Aplikasi 300 – 400 gram P2O5  per pokok per tahun adalah dosis yang tepat untuk kelapa sawit pada masa TBM ( Tanaman Belum Menghasilkan). Disebabkan keasaman gambut sangat tinggi, aplikasi RRP ( 1 – 1,25 kg per pokok per tahun merupakan sumber P yang utama.

Kalium

Kalium merupakan unsur yang umumnya merupakan unsur hara yang kurang tersedia (deficient) pada lahan gambut. Aplikasi K2O sebanyak 2 – 4 kg per pokok per tahun dalam bentuk pupuk KCL  selama masa pertumbuhan kelapa sawit.

Magnesium

Magnesium (Mg) jarang menjadi tidak tersedia di lahan Gambut, namun akibat aplikasi K maka Mg menjadi kurang tersedia. Pemupukan Mg lebih ditujukan untuk koreksi atas kemungkinan kekurangan yang terjadi.

Kalsium

Kalsium sebagai unsur hara tambahan umumnya tidak diperlukan, karena Ca merupakan komponen Kapur yang sejak awal sudak di rekomendasi untuk di aplikasikan guna meningkatkan dekomposisi gambiut.

Copper
Copper akan diserap oleh humic dan fulfic acid yang terdapat pada bahan organik. Oleh karenanya defisiensi unsur mikro Cu  pasti terjadi di lahan gambut. Defisiensi Cu dapat di identifikasi sebagai penyebab “mid-crown chlorosis”,  yang sangat mengganggu pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan produksi TBS rendah.

Boron

Ketersedian Boron di lahan Gambut umumnya tidak mencukupi untuk keperluan pertumbuhan kelapa sawit. Aplikasi Borate sebanyak 0,1 kg  per pohon adalah langkah pencegahan terjadinya defisiensi Boron.

Zinc

Guna mencegah defisiensi Zn, yang berhubungan dengan penyimpangan unsur hara yang disebut “peat yellows”, aplikasi pupuk majemuk yang mengandung Zn dan unsur mikro lainnya harus dilakukan selama masa TBM.


2.7 Dampak pH dalam Ketersediaan Hara

pH ekstrim akan melepaskan sejumlah substansi dalam tanah dan dapat meracuni tanaman. Tanah Masam seperti Gambut akan melarutkan sejumlah unsur metal seperti alumunium dan mangan, sedangkan tanah basa akan mengakumulasi garam dan Natrium Karbonat dalam konsentrasi beracun yang dapat merubah struktur tanah sehingga menyebabkan perakaran tanaman sulit  berkembang. Dalam situasi ini, sistim perakaran akan sulit menyerap air dan unsur hara. Demikian juga halnya pada tanah masam, yang mengandung racun dari unsur metal, dimana unsur hara yang diperlukan tanaman pada subsoil tereduksi dan perakaran sulit berkembang bahkan dapat menyebabkan kematian.

pH mendekati netral sekitar 6,5 merupakan kondisi yang favorable untuk terjadinya penyerapan unsur hara oleh tanaman. Pada kondisi ini, mikroba dalam tanah menjadi sangat aktif terutama untuk terjadinya fiksasi nitrogen. Sedangkan pada tanah masam seperti Gambut, mikroba tanah akan mengalami dorman sehingga tidak akan terjadi fiksasi nitrogen dalam tanah. Oleh karenanya pengapuran yang dilakukan pada lahan Gambut adalah mutlak dilakukan agar mikroba tanah menjadi aktif dengan naiknya pH tanah dan kondisi tanah menjadi favorable untuk terjadinya penyerapan unsur hara oleh tanaman.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpnj7-8vQrVJMISFq0PFuKAGEkrxBWatwTzYH0lu7D6vjIlxOfy5BYY9eGYGDn1Y-iIwYQIqRp6VQuUMOuKGUI6ddMypg5wFrT4OoxRcN9GMEayvjbaDNJi6-y4fsq3z2dCwixdzC8pPc/s640/Pola+Tanam2.jpg
Pola tanam kelapa sawit di Lahan Gambut

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPsHmBvCTr9J-N_TvMuvoCs5PTiR_jQKEUSPj-cArhco1C62a-fm6ZEjcKEWdBOD-7gBT_BNVm2lweth0rf6S93p7aBS0MvIoh1WbtyPJAtn4WwCts2TSLhXfHcMOwre_dJKd2GHrUmMc/s400/Pola+Tanam.png


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0ELIn7j6NquVIBB6OeOH96ScRmalSiZrfFZV11HrCJTeWz2BOn-zNAVsQTcy659GFZkWSrX1j7BxNtsgoJTZoSSSRU9EqkDw9T9u6My5jUlEVrpiH1ETCsDNdkPc_JCNJQR-lZxjA-cE/s400/Pola+Rumpuk.png



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpnj7-8vQrVJMISFq0PFuKAGEkrxBWatwTzYH0lu7D6vjIlxOfy5BYY9eGYGDn1Y-iIwYQIqRp6VQuUMOuKGUI6ddMypg5wFrT4OoxRcN9GMEayvjbaDNJi6-y4fsq3z2dCwixdzC8pPc/s640/Pola+Tanam2.jpg

Project Bintulu Sarawak

Project Kelapa Sawit di Bintulu, Sarawak; telah melakukan  tanam kelapa sawit di lahan gambut dengan cara yang tidak lazim, namun ternyata telah memberikan bukti nyata yang posistif untuk mengatasi daya dukung gambut yang lemah.

Semua Bibit Kelapa Sawit ditanam dengan cara miring 30 derajat pada jalur tanam.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaeIgt3xaQeeL7oUa2PaZqu0HqN8AZfX-uGWiQQTKXR6MAgFnWfaNTwieNDi42ImqqapdjWKajf4Lskj736lgL_ZJepXPZVqzipEEQbpUvC6rEGg-7_99AZxglKB8nd78gCAa7GCanKD8/s400/Tanam+Miring.jpg


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyQy8KfmkcdGetdIrplutvPLvxflQszO-KU2xjzSecOvZYeK-B0Ssf66MoRs5nd6HsUpzvrnqQNZ76LhpjFYLl5Y1mw34ECGVjya7ekaXttFsDaJXG04iBRrztWQfoIPMNCDn_YN8rl_8/s400/Tanam+Miring1.jpg
Setelah 6 bulan di tanam di lapanganhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggB0ZdD_DxR5qi2aqzcrCzeSQ0fCV1ZuG_Jqaohw3ZdzTgbsdCJ3AefWNK16Vb8DMYUxS98od0fVrimajNUWuS8W79V-C7uiheAv1_gzgYQ9wbwFIu904oxvWs2s7-hV6B8YS25Ea5Kw0/s400/Tanam+6+bulan.jpg


Perakaran Tanaman lebih Luas dan Kuatèhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKAN1vS2ybQoLzUCgTqPFL0jBc8dCd3IP_-tiI6kZyol93KWh0URfgCBM90eiLW-iPJlVxyfqB6D4NYCmD_S3ngcHWckgNjJUT3ThkOl3HQU-dPN5gdMOzquxnwG9B_4HWai3mrrRFeCA/s400/Tanam+Miring+Perakaran.jpg

Komentar

  1. maaf mbak, boleh minta referensi tentang penanaman cara miring.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP PANEN KELAPA SAWIT

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI PROSEDUR KEGIATAN PANEN (Pemahaman - Persiapan – Pelaksanaan - Angkutan) NO. PSM/ AGR-KBN / 06 DRAFT                                                                                            Dimpos Giarto Valentino Tampubolon Direktur Utama Disusun Oleh ; Diperiksa Oleh ; FRM/ JKO-WKM / 15 -00 0 7 Mei 2012 SEJARAH   PERUBAHAN DOKUMEN Tanggal Catatan Perubahan Alasan Perubahan 15/02/2013 Perubahan terjadi pada identitas Perusahaan berupa Logo Prestasi Perusahaan memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 SMM 27/02/2015 Perubahan terjadi pada seluruh aspek dan kriteria kegiatan panen, mulai dari kegiatan persiapan panen, pelaksanaan

PROFIL PT BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

NT Corp merupakan kelompok perusahaan yang dimiliki oleh konglomerat Nurdin Tampubolon yang didirikan sejak tahun 1991 . Penggunaan "NT" pada beberapa nama perusahaannya merupakan singkatan inisial namanya. Unit usaha PT Nusantara Media Mandiri ( Nusantara TV ) PT Sonvaldy Media Nusantara ( GoldBank , Info Bisnis Internasional ) PT Sonvaldy Utama Permata PT Nurdin Tampubolon Family PT Bangkitgiat Usaha Mandiri PT Cimahi Tourism Centre PT Tomtam Hitekindo PT Sonvaldy Agrotama PT Rintan Pte Ltd PT Sara Banumas Pratama PT Bintang Sakti Lenggana PT Aersupindo Abadi   Sejarah Sejak awal didirikan telah diarahkan menjadi kelompok usaha yang menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. PT Bangkitgiat Usaha Mandiri (BUM) adalah bagian dari NT Corp yang telah berdiri sejak tanggal 8 Agustus 1991. BUM adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha perkebunan sawit yang menghasilkan tandan buah segar. Saat ini sudah memiliki pabrik kelapa sawit yang men

SOP PEMELIHARAAN TANAMAN KELAPA SAWIT

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI PROSEDUR PEMELIHARAAN TANAMAN KELAPA SAWIT NO. PSM/ AGR-KBN / 05 Status Dokumen No. Distribusi   DISAHKAN Pada tanggal    15 Februari 2013 Dimpos Giarto Valentino Tampubolon Direktur Utama FRM/ JKO-WKM / 15 -00 0 7 Mei 2012 SEJARAH   PERUBAHAN DOKUMEN Tanggal Catatan Perubahan Alasan Perubahan 15/02/2013 Perubahan terjadi pada identitas Perusahaan berupa Logo Prestasi Perusahaan memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 SMM