PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Perbanyakan tanaman secara in vitro dapat melakukan teknik
embryogenesis somatik (yakni melalui jalur terbentuknya kalus), atau langsung
melalui teknik microcutting
(multiplikasi tunas).Masing-masing teknik ini memiliki keunggulan dan
kelemahan.Pada teknik embriogenensis somatic, peluang perbanyakan jauh lebih
missal karena laju multiplikasi yang tinggi, namun kelemahan yang sering
terjadi adalah adanya variasi simaklonal yang tidak terduga dan bersifat
merugikan. Pada teknik microcutting, tahapan pembentukan kalus
tidak dilalui dan langsung diperoleh tunas sehingga abnormalitas sebagai akibat
dari variasi somaklonal jarang ditemukan kelemahannya adalah perbanyakan kurang
massal karena laju multiplikasi tidak terlalu tinggi dan pada tanaman tahunan
seperti nampaknya harus melalui kondisi jaringan yang juvenile(yang potensial
membentuk akar dan batang utama).
Keberhasilan perbanyakan tanaman
karet dengan teknik microcutting
menggunakan bahan tanam karet juvenile telah dilaporkan oleh tim peneliti CIRAD
(Carron & Enjalric, 1983; Carron et
al., 1997,2000;2003). Dengan
keberhasilan tersebut maka teknik microcutting
dapat dipergunakan untuk perbanyakan batang bawah klonal yang selama ini belum pernah
ada pada tanaman karet.Penelitian pendahuluannya telah dilakukan di Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) sejak tahun 2005,
bekerjasama dengan Balai Penelitian Sungai Putih (puslit karet) dan CIRAD,
Perancis. Melalui kerjasama tersebut
diperoleh hasil, antara lain : 1). Planlet karet telah dapat dihasilkan secara
kontinyu, 2). Dari proses aklimatisasi planlet telah dihasilkan tanaman karet
muda (vitroplant), dan 3). Vitroplant telah diuji kemampuannya
dalam proses okulasi dengan klon batang atas menghasilkan tanaman karet bi’clone’ yang saat ini ditanam di kebun
percobaan BPBPI (Nurhaimi-Haris et al, 2008). Disamping itu, saat ini juga terdapat
beberapa vitroplant utuh (tanpa
okulasi) di kebun percobaan yang sama.
Berdasarkan pencapaian hasil
tersebut diatas saat ini BPBPI dan mitra kerjasamanya telah menyusun program
bersama untuk tujuan : 1). Perbanyakan batang bawah klonal sehingga tahap
lanjutan akan menghsilkan bahan tanam
karet’ bi-clone’ dan 2). Perbanyakan
klon-klon karet unggul yang direkomendasikan untuk menghasilkan klon karet utuh
(tanpa okulasi dengan batang bawah).Kedua kegiatan tersebut berpeluang besar
untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet.
Peningkatan produktivitas pada kegiatan pertama diperkirakan akan
diperoleh melalui penggunaan batang bawah terseleksi dan seragam karena berasal
dari perbanyakan klonal, sedangkan peningkatan produktivitas pada kegiatan
kedua diperkirakan terjadi melalui optimalisasi potensi produksi yang dimiliki
klonal karena tidak menggunakan batang bawah.
Telah lama diketahui bahwa batang bawah yang tidak kompatibel batang
atas menyebabkan potensi produksi klonal tidak tercapai.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Seleksi
bahan tanam untuk sumber eksplan
Pengujian dalam kurun waktu yang
panjang menunjukkan bawa jaringan entres dari klon-klon karet yang sudah
direkomendasikan ternyata sangat sulit untuk dipropagasi langsung (stek,
cangkok) maupun secara in vitro.Hal
ini diduga kuat karena sifat juvenilitas pada jaringan tanaman tersebut sudah
tidak ada lagi.Oleh karena itu perbanyakan tanaman karet secara konvensional
harus dilakukan dengan mengokulasi mata entres pada batang bawah sebagai calon
akar yang masih juvenile. Tanpa cara
demikian hasilnya belum memuaskan.
Perbanyakan tanaman karet dengan
teknik microcutting memerlukan sumber
eksplan yang juvenile. Berbagai
alternative pemikiran dan pendekatan perlu dilaksanakan dan di uji secepat
mungkin, agar segera memberi solusi terhadap kebutuhan bibit karet yang sangat
banyak. Sumber eksplan untuk teknik microcutting tanaman karet harus
dipersiapkan dalam kondisi benar-benar juvenile.Oleh karena itupendekatan awal
dilakukan melalui penyediaan batang bawah klonal tanaman karet.Setelah
pendekatan tersebut dapat dibuktikan, konsep selanjutnya perlu disusun dan
dilaksanakan, yakni pada target klonal-klonal yang sudah direkomendasikan dan
memiliki sifat sifat unggul di lapangan.
Pada saat ini seleksi sumber eksplan
mulai diperluas untuk keseluruhan perbanyakan karet dengan teknik microcutting, baik untuk penyediaan
batang bawah kolanl maupun perbanyakan in
vitro untuk klon-klon unggul.Pengujian-pengujian untuk merejuvenesi semua
bahan tanaman unggul sedang dilakukan agar tersedia sumber eksplan yang benar
benar juvenile. Penyediaan stum okkulasi
dari klon-klon unggul yang dilakukan secara dini, dipelihara dirumah kaca,
dengan perompesan dan perlakuan kimiawi dilakukan untuk merangsang terbentuknya
banyak tunas eksiler. Setelah itu dilakukan seleksi untuk melihat respons
masing-masing klon dalam perbanyakan in
vitro.
2. Tahapan proses microcutting
2.1.Produksi Planlet dan vitroplant
Untuk menghasilkan vitroplant melalui teknik microcutting diperlukan 5 tahapan
proses, yaitu kultur primer (primary
cultur), multiplikasi, conditioning(hardening),induksi
perakaran dan aklimatisasi. Diantara
ke-5 tahapan tersebut , tahapan kultur primer dan aklimatisasi merupakan
tahapan paling kritis. Pembatas utama
pada kultur primer adalah kontaminasi sedangkan pada aklimatisasi adalaha
ketidak mampuan planlet untuk beradaptasi dengan lingkungan luar(ex vitro).
Kultur primer merupakan tahap
introduksi eksplan pada media steril untuk menginisiasi pembentukan
tunas.Eksplan yang tumbuh sehat selanjutnya dapat dimultiplikasi beberapa kali
sehingga menjadi sumber eksplan baru untuk tahapan berikutnya. Pembentukan tunas pada tahap kultur
primer biasanya memerlukan waktu sekitar
4-6 minggu. Keberhasilan tahap kultur
primer saat ini di BPBPI mencapai sekitar 60%, dimana kehilangan 40% disebabkan
oleh kontaminasi 29% dan eksplan mati atau tidak respon 11%
(Nurhaimi-Haris.,2008).
Perbanyakn bahan tanam yang sesungguhnya
adalah pada tahap multiplikasi karena pada tahap ini dilakukan pemotongan dan
perbanyakan eksplan dengan cara memisahkan bagian basal (stok), nodal, dan
tunas, untuk kemudian ditumbuhkan dan dipelihara dalam media baru yang sesuai
dengan jenis eksplannya. Karena tahap ini dapat dilakukan antara 3-12 siklus
(setiap siklus berlangsung selama 4 minggu), maka jumlah eksplan akan meningkat
dari waktu ke waktu. Laju multiplikasi tertinggi yang dicapai saat ini adalah
sekitar 1,5 kali per subkultur. Pada tahap multiplikasi terdapat bentuk
eksplan, termasuk planlet, yaitu eksplan yang telah tumbuh dan berkembang membentuk
tunas atau daun-daun baru.
Planlet
selanjutnya memasuki tahap conditioning, yaitu suatu tahap menjelang induksi
perakaran dan berfungsi untuk menguatkan daun. Pada tahap ini media umumnya
dilengkapi dengan arang aktif, yang berfungsi untuk memberikan lingkungan gelap
pada daerah perakaran serta menyerap berbagai komponen pada media, antara lain
inhibitor sperti senyawa fenolik dan zat pengatur tumbuh (Pan & Staden,
1998). Zat pengatur tumbuh seperti 6-benzyladenin (BA) yang umum digunakan
dalam media pertumbuhan, diketahui menghambat pembentukan dan pertumbuhan akar,
namun dengan menambahkan arang aktifpada media maka BA dapat dihilangkan secara
sempurna dari media tersebut (Takayama & Misawa, 1980).Planlet dipelihara
pada tahap conditioning sekitar 4 minggu dan selanjutnya memasuki tahap induksi
perakaran.Induksi perakaran planlet karet dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pada
media cair selama 3 hari dan media padat antara 5-12 hari (Carron et al., 2005).Sampai tahap ini proses in vitro selesai dan selanjutnya planlet
memasuki tahap ex vitro yang dimulai
dengan proses aklimatisasi, yaitu suatu proses yang dilakukan secara bertahap
untuk mengkondisikan planlet terhadap lingkungan luar (ex vitro).
Seluruh
keseluruhan, waktu yang diperlukan untuk memperoleh planlet yang siap memasuki
tahap aklimatisasi adalah antara 24-60 minggu, tergantung jumlah siklus
multiplikasi yang dilakukan.
2.2.Aklimatisasi Vitroplant
Salah
satu periode paling kritis dalam mikropropagasi tanaman adalah fase
aklkimatisasi planlet dari lingkungan in
vitro dalam tabung di laboratorium ke kondisi ex vitro di lingkungan luar (Hazarika,2003). Proses aklimatisasi
penting karena planlet in vitro tidak
beradaptasi dengan lingkungan luar yang sangat berbeda. Planlet tumbuh di dalam
wadah tertutup yang aseptic dengan kelembaban udara yang tinggi, intensitas
cahaya rendah, dan suhu udara yang konstan sekitar 27ºC.Planlet ditanam pada
medium dengan hara dan gula cukup tersedia sehingga tumbuh secara heterotropik.
Dalam keadaan seperti ini morfologi, anatomi dan fisiologi tanaman baik bagian
daun maupun akar akan berbeda dengan tanaman biasa yang tumbuh diluar
(Pospisilova et al., 1999).
Planlet karet asal microcutting yang diperoleh dalam proses multiplikasi dan telah
memasuki tahap hardening serta
induksi perakaran di lingkungan kulturin
vitro digunakan sebagai bahan untuk aklimatisasi. Sebelum ditanam, planlet
direndam dalam larutan fungisida Dithane 0,2% selama 1 menit.Planlet ditanam
pada pot plastic kecil (diameter 10 cm) yang berisi medium campuran tanah,
pasir, pupuk kandang dan cocopeat, kemudian diletakkan di bawah sungkup plastic
di bawah tajuk pohon. Di dalam sungkup diletakkan wadah berisi air agar
kelembapan tetap terjaga.Apabila suhu di luar sangat tinggi dilakukan
pengkabutan air di luar sungkup. Setelah berumur 1,5 bulan, sungkup plastic
dibuka selama 1 jam setiap harinya untuk
menyesuaikan kondisi planlet pada lingkungan luar. Pada umur 2,5-3 bulan
planlet yang bertahan hidup dan menunjukkan pertumbuhan akar baru kemudian
dipindahkan ke polibeg hitam berdiameter 20 cm dengan media yang sama.
Slah
satu faktor yang menentukan keberhasilan aklimatisasi adalah medium
tanam.Medium yang dikehendaki adalah yang bersifat gembur, mampu menahan air,
serta memiliki aerasi danj drainase yang baik untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan akar.Cocopeat menyerap
dan menyimpan air cukup baik sehingga planlet tidak kekeringan selama
aklimatisasi, sedangkan pasir memungkinkan untuk terjadinya drainase yang baik.
Penggunaan pupuk kandang dimaksudkan sebagai sumber hara organic selama proses
aklimatisasi. Komposisi media terbaik saat ini adalah cocopeat : tanah : pasir
: pupuk kandang (2:4:1:1) berdasarkan volume. Komposisi tanah lebih banyak
dibandingkan dengan material lainnya agar media dapat memegang akar dengan
baik.
Selain
media tanam, lingkungan mikro juga merupakan faktor penentu keberhasilan
aklimatisasi.Kondisi di rumah kaca dengan kelembaban udara yang rendah,
intensitas cahaya yang tinggi, dan kondisi lingkungan yang tidak steril
dibandingkan dengan kondisi di laboratorium, mengakibatkan planlet mengalami
stress di awal aklimatisasi (Hazarika, 2003).Kelembaban udara yang tinggi dan
intensitas cahaya yang tinggi merupakan hal yang penting pada tahap awal
aklimatisasi.Untuk itu digunakan sungkup plastic transparan yang tertutup
rapat.Sungkup plastic diletakkan di bawah naungan pohon atau paranet untuk
mengurangi cahaya matahari yang mengenai sungkup.
Perakaran
planlet karet berkembang dengan sangat baik. Pada umur 2,5-3 bulan pada pot
plastic kecil, perakaran vitroplant
karet mempunyai satu atau lebih akar utama primer dengan akar sekunder yang
cukup banyak. Sebagian akar menembus lubang dibawah pot sehingga ukuran akar
lebih panjang dari tinggi pot.Setelah dipindah ke polibeg besar, bibit karet
tumbuh lebih pesat dan membentuk tajuk dengan lingkar daun baru dan akar dengan
beberapa akar utama dengan banyak akar sekunder.Selama 1,5 bulan pertama
merupakan tahapan yang kritis dalam proses aklimatisasi. Pada tahapan ini
sebagian besar planlet tidak dapat bertahan hidup dan mengalami kematian.Pada
tahap ini diharapkan 70% planlet dapat bertahan hidup untuk masuk dalam
aklimatisasi berikutnya. Rata-rata tingkat daya tumbuh planlet asal microcutting pada 1,5 bulan dari bulan
Januari 2008 hingga April 2009 adalah 24,9%. Kondisi planlet yang kurang vigor
juga menjadi penyebab utama kematian planlet.
3.
Pengujianbahan
tanam karet asal microcutting
3.1.Penujian Okulasi
Vitroplant Dengan Batang Atas Klonal
Bibit
karet asla microcutting yang telah
diaklimatisasi ditanam di persemaian untuk diokulasikan dengan batng atas klon
PB 260.Sebanyak 30 bibit karet asal micocutting
dan 30 bibit asal biji GT1 ditanam di persemaian lapang dengan jarak tanam 1 m
x 1 m (Gambar 3A). Pertumbuhan bibit asal micocutting
ssebaiak pertumbuhan bibit asal biji, tinggi tanaman meningkat 2,5-3 kali dalam
waktu 6 bulan. Pada umur 7 bulan, diameter tanaman lebih dari 10 mm sehingga sudah
memenuhi criteria untuk diokulasi secara biasa (okulasi coklat).
Okulasi
dilaksanakan 7 bulan setelah tanam dengan batang atas klin PB 260.Entres batang
atas dari Kebun Cimulang PTPN VIII, Bogor.Sebanyak 15 bibit karet asal microcutting diokulasi, sedangkan 15
bibit dibiarkan tanpa diokulasi.Tiap minggu setelah okulasi, pembungkus plastic
dibuka dan keberhasilan okulasi diamati (Gambar 3B).Tingkat keberhasilan
okulasi pada batang bawah asal micocutting
dan asal biji dengan batang atas PB 260 mencapai 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa vitroplant karet asal micocutting dapat digunakan sebagai
batang bawah untuk okulasi dengan batang atas klon PB 260; namun, apakah juga
sesuai dengan batang atas klon-klon anjuran yang lain masih perlu diuji lebih
lanjut. Pada saat ini sedang disiapkan batang bawah vitroplant untuk diokulasi denga batang atas beberapa klon anjuran.
Satu bulan setelah okulasi dilakukan, batang bawah
dipotong 5 cm di atas pertautan. Pucuk muncul dari mata batang atas dan tumbuh
secara normal.Tanaman asal microcutting yang
telah diokulasi dengan klon PB 260 (Gambar 3C) dan yang tanpa diokulasi (hanya
dipotong) kemudian ditanam.Tanaman asal micocutting
mempunyai beberapa akar tunjang (Gambar 4A). Pertumbuhan tanaman di lapangan
cukup baik dan normal ( Gambar 4B).
3.2. Pada saat TBM dan TM
Pengamatan
hingga TBM 2 menunjukkan bahwa perkembangan akar tunggang pada tanaman dengan
batang bawah asal microcutting relative
menyerupai tanaman dengan batang bawah asal biji.Sistem akar tunggang kuat,
memanjang ke bawah dari pangkal batang dan bersifat orthogeotropic (Gambar 5). Morfologi system perakaran tanaman karet
antara batang bawah asal microcutting dengan
batang bawah asal biji juga relative sama (Carron et al., 2000).
Pertumbuhan tanaman pada masa TBM 1
hingga TBM 3, tidak berbeda nyala antara dua jenis asal nahan tanam tersebut.
Namun mulai TBM 4 hingga tanaman berumur 7 tahun, lilit batang yang diukur di
ketinggian 1 meter lebih besar pada tanaman asal micocutting dan berbeda nyata dibandingkann tanaman asal okulasi
(Carron et al., 2003). Setelah 3 tahun penyadapan, lilit batang
tanaman microcutting tanpa okulasi,
berbeda nyata dengan lilit batang tanaman okulasinya, dimana lilit batang
masing-masing adalah 67,7 ± 0,4 cm dan 66,0 ± 0,5 cm (carron et al., 2007). Ujicoba penyadapan selama 2 tahun (TM-1 dan
TM-2) membuktikan bahwa pada tanaman asal microcutting
produksi lateks rata-rata mencapai (10,24 kg karet kering/pohon) yaitu 20%
lebih tinggi dibandingkan tanaman asal okulasi (8,51 kg karet kering/pohon).
Hasil percobaan lapangan pada klon IRCA
18 ini akan dikonfirmasi lebih lanjut di indonesia terhadap 100 genotip tanaman
karet asal microcutting sebagai
kandidat batang bawahmaupun whole clone
(klon utuh, tanpa okulasi).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Teknik
microcutting merupakan salah satu
cara perbanyakan in vitro yang dapat
digunakan untuk perbanyakan klonal batang bawah tanaman karet. Vitroplant
(tanaman karet muda asal perbanyakan microcutting)
mempunyai kemampuan untuk diokulasikan dengan klon batang atas dengan tingkat
keberhasilan sebanding dengan tanaman asal biji.Tanaman karet yang merupakan
kombinasi dua individu (tanaman okulasi antara vitroplant dengan klon batang
atas) serta tanaman vitroplant tanpa
okulasi, sama-sama mempunyai pertumbuhan yang baik dilapangan.Oleh karena itu
untuk tahap selanjutnya, disamping menghasilkan batang bawah klonal, disarankan
untuk mulai menggunakan teknik microcutting
dalam perbanyakan klon-klon unggul yang saat ini telah direkomendasikan.
Daftar
pustaka
Carron M.P., Dea B.G., Tison J.,
Lenconte A., Keli J. 1997. Field growth
of Havea blasiliensis clones produced by invitro culture.Plantations, Recherche, Developpement
4(4): 264 – 273
Carro M.P., Enjalric F . 1983. Perspectives du microbouturage de i’Hevea
blasiliensis. Caoutchoucs et Plastiques, 627-628:65-68.
Carron M.P ., Lardet L., Lecote A., Boko
C., Dea B.G. and Keli J. 2003. Field Growth rubber yield of Hevea blasiliensis
(Muel. Arg.) from budded versus vitro micropropagated planted plant from clone IRCA 18. Proc 1 IS on Accl. & Estab Microprop.Plants.Eds : AS Economou
& PE Read. Acta Hort 616,
ISHS. 2003.
Carron M.P., Le Roux Y., Tison J., Dea
B.G., Caussanel V., Clair J., Keli J. 2000.Compared root system architextures in seedlings and in
vitro plantlets of Hevea blasiliensis, in the initial years of growth in the field. Plant & soil, 223 : 73-85.
Carron M.P., Lardet L., Montoro P. 2005.
Hevea microcutting.Technical notes on the process.CIRAD.
Carron M.P., Nurhaimi-Haris, Lardet L.,
Caussanel V ., Keli., Dea B.G., Leconte A., Sumarmadji, Montoro P. 2007. Hevea rootstock clones
development. Building up new varietal type: a multi faceted challenge. Proc of IRC conference, Bali, June 2007.
Hazarika, B.N (2003). Acclimatization of
tissue-cultured plants.Curr. Sci.
85(12): 1704-1712.
Nurhaimi-Haris, Sumaryono,Kasi P.D.,
Sumarmadji, Carron M.P. 2008. Archievements and problems in the implementation of microcutting technology
for clonal rubber rootstock propagation.Proc. International Workshop On Rubber Planting
Materials, Bogor, October 2008. Pp:117-128
Pan M.J. & Van Staden J. 1998. The
use of charcoal in in vitro culture.A
Review.Plant Growth Regulation. 26:155-163.
Pospisililova J., I. Ticha, P. kadlecek,
D.Haisel &S.Plzakova (1999).
Acclimatization of micropropagated plants
to ex vitro conditions. Biol. Plant. 42(4):481-497.
Sumaryono, Kasi P.D., Nurhaimi-Haris, Carron M.P. 2008.
Aklimatisasi bibit karet yang diperbanyak melalui
teknologi microcutting.Pros. Loka-karya Nasional Agribisnis Karet.
Yogyakarta, 20-21 Agustus 2008.
Takayama S., Misawa M. 1980. Differentiation
in Lilium bulbscales in vitro.Effect
of activated charcoal, Physiological
age of bulbs and sucrose concentration on differentiation and scale leaf
formation in vitro. Physiol Plant
48:121-125
Komentar
Posting Komentar