MAKALAH
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENGARUH LINGKUNGAN INTERNAL &
EKSTERNAL DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN PADA KASUS
DI PERKEBUNAN TEBU
TUGAS
RAFIKA TAMBUNAN
( 11011192 )
KELAS :
BDP IV E
PROGRAM
STUDI BUDIDAYA PERKEBUNAN
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
AGROBISNIS PERKEBUNAN
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kasih-Nya Penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima
kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Albert Einstein
Pakpahan, STP.,MM selaku dosen mata kuliah Pengambilan Keputusan di STIP-AP
Medan yang telah membimbing Penulis dalam menyusun makalah ini.
Makalah
ini membahas tentang pengambilan keputusan dengan pertimbangan faktor internal
atau eksternal dalam suatu kasus di perkebunan tebu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap organisasi
yang bersifat profit seperti perusahaan maupun organisasi yang bersifat non profit seperti organisasi
massa, yayasan, dan lain-lain tentunya menginginkan adanya pertumbuhan dan keberlanjutan dalam
setiap aktivitasnya. Perusahaan-perusahaan
baik dalam skala
kecil, menegah, maupun
besar tentunya ingin
terus meningkatkan keuntungannya, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan pegawai, bertumbuh, bertahan dan melakukan ekspansi bisnis supaya lebih besar lagi.
Meskipun hampir semua organisasi di dunia
menginginkan keberkanjutan, sayangnya tidak semua
organisasi mampu menciptakan
pertumbuhan dan mempertahankan keberlanjutan aktivitasnya. Untuk
mencapai tujuan dari Perusahaan tersebut akan ditemukan banyak permasalahan
baik diawal, pertengahan maupun diakhir karir perusahaan tersebut. Untuk itu dibutuhkan pemimpin dengan
kemampuan manajerial yang baik serta pemimpin yang mampu menghadapi berbagai
tantangan yang ada. Seorang pemimpin
dituntut untuk mampu mengambil keputusan dalam setiap permasalahan yang
terjadi.
Dalam menetapkan
suatu keputusan ada dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu lingkungan
internal maupun lingkungan eksternal Perusahaan tersebut. Lingkungan
eksternal terdiri dari sosial, budaya, ekonomi, politik, alam,
pembatasan, atau peraturan Pemerintah.
Sedangkan lingkungan internal dapat terdiri dari mutu atau kualitas,
metode promosi atau pemasaran, mutu service, dan airah atau kinerja SDM
1.2 Rumusan Masalah
·
Apa
yang dimaksud dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal Perusahaan ?
·
Seberapa
besar faktor lingkungan tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan ?
1.3 Tujuan
·
Untuk mengetahui
pengertian lingkungan internal dan lingkungan eksternal Perusahaan.
·
Untuk mengetahui
contoh pengaruh lingkungan tersebut dalam pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Lingkungan Internal dan Eksternal
Sebelum membuat
suatu keputusan dalam suatu permasalahan sebaiknya melakukan analisis dan
pertimbangan terhadap lingkungan internal dan eksternal perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan analisis adalah penelusuran kondisi
eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan sampai pada pangkalnya. Dengan demikian perusahaan akan dapat
mewaspadai dan memahami implikasi-implikasi
perubahan untuk kemudian dapat membuat keputusan secara lebih efektif.
Secara umum, tujuan perusahaan melakukan
analisis lingkungan adalah untuk menilai lingkungan
organisasi secara keseluruhan. Lingkungan organisasi ini adalah faktor-faktor
yang berada di luar atau di dalam organisasi yang dapat memengaruhi organisasi
tersebut dalam mecapai
tujuan yang telah
ditetapkannya. Perusahaan memiliki
lingkungan internal masing-masing. Lingkungan
internal tersebut yang nantinya akan memunculkan kelemahan dan juga
kekuatan dari perusahan. Apasaja
yang termasuk ke
dalam lingkungan internal
seharusnya lebih mudah diidentifikasikan
karena berada di dalam perusahaan.
Faktor lingkungan
eksternal dapat subjektif
karena setiap manajerial
dapat memandang pada faktor-faktor luar yang
berbeda. Faktor yang dianalisis
merupakan faktor luar yang memang
berpengaruh dalam perkembangan
perusahaan. Lingkungan
eksternal perlu dianalisis
sehingga dapat diantisipasi
pengaruhnya terhadap perusahaan.
Selain pengaruh yang buruk, peluang juga
banyak bermunculan di lingkungan eksternal.
Lingkungan eksternal memang
sulit untuk dikendalikan
karena melibatkan pihak-pihak lain
yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan.
2.2
Contoh Kasus di Perkebunan Tebu
PT Anugrah Rejeki
Nusantara (selanjutnya disebut PT ARN) adalah
salah satu dari lebih dari 80 perusahaan yang terdokumentasi beroperasi, atau
hendak beroperasi di Merauke, Provinsi Papua sebagai bagian dari proyek 2 juta hektar MIFEE yang
diprakarsai pemerintah, yang diluncurkan pada tahun 2010 oleh pemerintah Indonesia untuk
menanggapi krisis pangan tahun 2008 (dengan
tema ‘beri makan Indonesia, lalu beri makan dunia’).
MIFEE merupakan bagian
dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pemerintah pusat untuk periode 2011-2025. Nilai proyek ini diperkirakan mencapai sekitar
5 milyar USD dan seolah-olah ditujukan untuk
secara cepat meningkatkan hasil pertanian, yang akan menempatkan Indonesia di jalur menuju swasembada
makanan pokok.
Konsesi PT ARN terletak di Kabupaten
Merauke, yang merupakan kabupaten terbesar dari 29 kabupaten di Provinsi Papua,
dan terletak di bagian selatan provinsi Papua. Merauke terdiri dari 20 kecamatan (Merauke,
Semangga, Tanah Miring, Jagebob, Naukenjerai, Sota, Eligobel, Ulilin, Muting,
Kurik, Malind, Okaba, Tubang, Ilwayab, Kaptel, Ngguti, Tabonji, Waan dan Kimaam) dan berbatasan dengan Kabupaten
Boven Digoel dan Mappi di utara, Papua
Nugini di timur, dan Laut Arafura di selatan dan barat.
Papua merupakan
provinsi terbesar di
Indonesia, tetapi juga
yang paling sedikit penduduknya:
berdasarkan pada proyeksi untuk tahun 2008, jumlah penduduk Papua adalah dari 2.469.785 dengan pertumbuhan rata-rata 4,18%
per tahun, yang setara dengan 6 jiwa per km2. Kabupaten Merauke mencakup wilayah seluas
45.071 km2 (11% dari Provinsi Papua) dan
dihuni oleh sekitar 233.000 orang, di mana penduduk asli Papua tidak mencapai setengahnya sebagai akibat dari skema transmigrasi
penduduk dari bagian lain kepulauan Indonesia
yang dicanangkan pemerintah.
Hanya lebih dari 30% penduduk Merauke (71.838)
tinggal di ibu kota Merauke di bagian
tenggara Kabupaten. Kabupaten Merauke merupakan
kawasan yang kaya
dengan ekologi, meliputi
berbagai ekosistem dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi, mulai dari hutan mangrove, marsh, rawa dan lahan
basah sampai sabana dan hutan lebat.
Daerah pedalaman kabupaten ini kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak, emas, gas,
kayu dan tanah yang subur. Pedalaman di
daerah utara dicirikan oleh dataran tinggi dan lanskap perbukitan (kemiringan
lereng 8-12%), sedangkan di daerah
selatan didominasi oleh rawa-rawa yang rendah
(kemiringan lereng 0-3%),
yang mencakup daerah seluas lebih dari 1.425.000 hektar. Lebih dari 95% dari wilayah ini digolongkan sebagai hutan pada
tahun 2010, dimana 75,16
% di antaranya memiliki tutupan
hutan yang masih utuh. Sebagian besar Kabupaten Merauke terdiri dari lahan
gambut.
Beberapa sungai mengalir melalui
Kabupaten Merauke, yang terbesar adalah Kali
Bian, Digoel, Maro, Buraka dan Kumbe. Taman Nasional Wasur, dengan luas total
413.810 ha, terletak di Kabupaten Sota,
Naukenjerai dan Merauke, dan dikenal
karena berbagai macam spesies burung
endemik dan migran yang dilindungi (setidaknya ada 421 jenis).
Masyarakat adat
Papua adalah ras Melanesia
dan berbeda dengan penduduk kepulauan Indonesia
lainnya. Mereka terorganisir dengan garis suku yang khas dan menggunakan 253
bahasa yang berbeda. Masyarakat adat Papua mencakup sekitar 60% dari penduduk
Papua, dengan
40% lainnya terdiri dari para pendatang dan transmigran dari bagian lain
Indonesia. Makanan pokok orang Malind adalah sagu, bagian
dalam yang mengandung tepung dari sejenis palem yang melimpah di daerah
tersebut dan tumbuh sebagai hutan sagu. Tepung sagu dikonsumsi baik
dalam keadaan kering, diolah dan digiling dengan campuran kelapa untuk makanan khas, seperti sagu sep, sagu bola
dan sebagainya.
Meskipun demikian, padi semakin banyak dikonsumsi, juga komoditas-komoditas impor dari
luar Papua, seperti mie instan, dan banyak
dari generasi yang lebih muda mengatakan mereka lebih suka beras daripada sagu, sementara orang tua menyatakan bahwa
sagu lebih bergizi dan lezat. Pola makan ini dilengkapi dengan berburu binatang liar
di hutan (rusa, kanguru, kura-kura, buaya, kasuari dan babi) dan ikan dari sungai Kumbe.
Adat tetap memainkan
peran sentral dalam organisasi sosial, mata pencaharian, hubungan dengan lingkungan, hubungan dengan marga lain
dan orang luar dan keyakinan orang Malind.
Praktik adat diajarkan kepada generasi muda
oleh para tetua, dan pengetahuan adat adalah hak prerogatif dari 'para ahli' dalam masyarakat, yang
berhak untuk menurunkan pengetahuan ini.
Pandangan yang bertentangan paling
menonjol terdapat di antara anggota marga senior dan junior, namun tidak terlalu mencolok - dalam beberapa kasus, para tetua
telah setuju untuk menyerahkan
lahan untuk mendapatkan
kompensasi uang, sementara
kaum mudanya menentang. Dalam
banyak kasus, orang-orang muda ini memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, bekerja sebagai guru atau perawat
di sekolah-sekolah dan klinik lokal, dan sangat menyadari bahwa ketentuan penyerahan tanah yang ditawarkan oleh
perusahaan amat merugikan masyarakat ('mereka tidak melihat bahwa mereka sedang
ditipu mentah-mentah').
Dalam kasus-kasus
lainnya, orang tua yang diwawancarai menyesalkan kesediaan kaum muda untuk menyerahkan tanah dan kurangnya
integritas budaya dan kepedulian terhadap generasi masa depan mereka ('mereka tidak memahami nilai-nilai budaya
kami lagi'). Dari 41.000 ha yang ditargetkan oleh perusahaan di Kabupaten
Merauke, diperkirakan sekitar 25.000 ha
diharapkan akan tersedia
untuk produksi aktual
tebu yang ditujukan
untuk konsumsi dalam negeri.
Daerah sisanya, menurut perusahaan, memiliki
sungai-sungai besar, hutan sagu, rawa-rawa, desa
dan sawah yang tidak akan dikembangkan melainkan akan di-enclave sebagai Nilai
Konservasi Tinggi. Perusahaan melaporkan
bahwa mereka tidak akan membeli tanah tapi akan memanfaatkan HGU mereka
selama 25 tahun (dan mungkin diperpanjang setelah berakhir). PT ARN juga melaporkan bahwa mereka akan memberikan
dukungan yang komprehensif untuk kebutuhan pendidikan masyarakat yang
tinggal dalam konsesi, yang pihak perusahaan lihat sebagai
cara yang lebih
berkelanjutan dan bertanggung
jawab untuk membantumasyarakat 'mencapai kemajuan'
daripada pemberian uang.
Biaya sekolah, bahan pelajaran, makanan dan sebagainya akan ditanggung perusahaan.
Sebuah program beasiswa untuk mengirim
anak-anak berprestasi untuk melanjutkan pendidikan mereka di Institut Pertanian
di Yogyajakarta, Kalimantan dan
Merauke akan disertai dengan kontrak untuk memastikan bahwa siswa-siswa ini akan kembali untuk bekerja
di desa mereka sendiri. Sehubungan
dengan apakah penguasaan tanah atau
survei sosial telah dilakukan, pihak perusahaan
menyatakan bahwa mereka telah melakukan beberapa observasi awal berkaitan dengan lokasi dan keberadaan masyarakat di daerah
sasaran, tapi ini tidak tersedia dalambentuk laporan tertulis.
Tidak ada mekanisme atau Prosedur
Operasional Standar yang telah dikembangkan berkaitan dengan partisipasi
masyarakat dalam konsultasi, juga belum ada prosedur
penyelesaian konflik yang telah diantisipasi atau dirancang. Sehubungan dengan bukti bahwa staf lapangan PT ARN tertentu
menampilkan diri mereka sebagai pendeta kepada masyarakat dalam konsultasi, staf perusahaan yang diwawancarai
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki
standar khusus tentang bagaimana interaksi antara perusahaan dan masyarakat harus berlanjut, dan bahwa mereka
berharap bahwa interaksi seperti itu dilakukan secara profesional.
Pihak perusahaan menyatakan
bahwa konsultasi selalu diadakan secara kolektif dan bukan perundingan
empat mata, dan bahwa peserta dalam konsultasi mencakup tetua suku, marga dan
sub-marga, perwakilan pemerintah desa, perwakilan pemerintah kabupaten,
perwakilan pemerintah kecamatan, aparat
keamanan dan staf perusahaan.
Staf perusahaan mengklaim bahwa
informasi yang disampaikan dalam konsultasi-konsultasi tersebut adalah mengenai
pengembangan proyeksi, manfaat-manfaat ekonomi yang akan diperoleh oleh
masyarakat, bagaimana lahan akan digunakan,
daerah yang akan di-enclave, pengelolaan perkebunan tebu, bentuk keterlibatan masyarakat, program pendidikan
yang direncanakan di Instiper, risiko
lingkungan yang mungkin ditimbulkkan oleh pembangunan dan bagaimana risikorisiko tersebut akan ditangani, dan proses AMDAL.
Perusahaan menegaskan bahwa aparat militer dan polisi yang
hadir saat konsultasi hanyalah untuk alasan keamanan saja, dan tidak untuk memberikan tekanan pada masyarakat.
.
2.3 Kesimpulan
Temuan-temuan
dari investigasi ini mengungkapkan bahwa apabila masyarakat setempat memberikan persetujuan mereka atas konversi
tanah adat mereka, hal ini sebagian besar didasarkan pada informasi yang tidak memadai dan sepihak, janji-janji
bantuan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang
tidak terjamin, pengenaan persyaratan kompensasi secara sepihak, kontrak yang tidak jelas atau tidak ada, dan
nyaris tanpa kebebasan memilih dan berekspresi.
Akhirnya
Perusahaan memutuskan untuk membuat keputusan untuk mengadakan pertemuan kepada
seluruh masyarakat yang terlibat , menghormati adat setempat, menyepakati
persyaratan dan jumlah kompensasi dengan masyarakat sebelum penandatanganan
kontrak pembebasan lahan dengan mereka , memberi penjelasan kepada masyarakat
tentang status hukum tanah pada saat berakhirnya HGU.
Komentar
Posting Komentar